Jumat, Januari 11, 2008

1 Suro Bukanlah 1 Muharram

1 Muharram 1429 H. Hampir pukul setengah dua belas malam aku terjaga mendengar Si Kecil Umar terbangun dan menangis karena gigitan nyamuk. Aku angkat dan timang-timang sembari menyalakan televisi dan memilih salah satu channel yang menayangkan berita malam.


Yang membuatku tidak bisa menerima ketika di akhir tayangan saat jam dinding mendekati pukul dua belas ditayangkan liputan perayaan 1 Suro di dua tempat, salah satunya di Gunung Kawi. Bagaimana tidak ketika di layar ditampilkan judul untuk tayangan itu sebagai TAHUN BARU ISLAM.


Dalam benakku langsung menyangkal, itu bukan Islam. Islam tidak mengajarkan pergantian tahun dengan ritual dupa, sesajen, ruwatan dengan mengubur kepala hewan dan tari-tarian dimana para penari memakai kostum yang untuk ukuran umum menakutkan, topeng butho. Terlebih di akhir acara itu ditutup dengan membakar patung harimau berkepala dua dari kertas tanpa aku tahu apa maknanya.


Aku tidak tahu kenapa atau memang ada unsur ketidaktahuan atau bahkan kesengajaan dari kalangan media ketika menyamakan antara perayaan 1 Suro dengan 1 Muharram. 1 Muharram jelas itu tanda pergantian tahun Hijriah, Kalender Islam yang dirintis oleh Umar Bin Khattab. Bahkan saat ini ada sebagian umat Islam di Indonesia yang mengiringi pergantian tahun hijriah ini dengan ritual sholat ashar berjamaah disusul wirid dan do'a mohon ampun atas dosa satu tahun terakhir sampai waktu maghrib untuk kemudian sholat berjamaah dan diakhiri dengan do'a awal tahun dengan harapan kehidupan yang lebih baik di tahun baru. Hanya aku bertanya-tanya, siapakah yang mengajarkan itu pertama kali? Setahuku yang terkait dengan datangnya bulan Muharram, Nabi Muhammad mengajarkan shoum sunnah di tanggal 9 dan 10 Muharram.


Yang aku tahu 1 Suro adalah "tahun baru" bagi orang Jawa. Tidak tahu kenapa bertepatan, atau mungkin ditepatkan, dengan 1 Muharram. Di Solo ditandai dengan dikirapnya Kyai Slamet, seekor kerbau bule. Di beberapa daerah yang lain ditandai dengan melakukan ruwatan dan sedekah bumi. Membuat gunungan berupa kue atau makanan yang setelah diarak akan jadi rebutan orang banyak yang berharap "berkah" dengan memakannya. 1 Suro juga ditandai dengan memandikan pusaka-pusaka, entah itu keris, tombak atau apa saja yang dianggap keramat oleh pemiliknya. Prosesi memandikan ini ada yang dilakukan sendiri atau secara terorganisasi dan dilakukan bersama-sama di satu tempat, bahkan upacara jamasan ini ada yang diformalkan dengan melibatkan bupati atau kepala daerah setempat.


Menjadi sebuah harapan besar dalam diriku kepada para pemimpin ormas Islam di republik ini dan kepada ulama'-ulama' untuk bisa mendudukkan masalah ini kepada tempatnya. Agar tidak ada distorsi makna sesungguhnya dari 1 Muharram. Selamat Tahun Baru 1429 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bahagia dan terima kasih untuk komentar yang diberikan...