Selasa, Januari 22, 2008

22 Januari 2008

AlhamduliLlah, rasa syukur aku panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan kepadaku. Nikmat sehat, rizeki yang barokah dan keluarga yang sakinah. Hari ini tepat 4 tahun usia Nasywa, buah cinta yang lahir hampir di dua tahun usia pernikahanku.

...

Pukul 05.00 pagi ini hp-ku berbunyi. Aku lihat display, Nasywa 4 begitu tertulis di layar. Sengaja tidak aku hampiri Nasywa yang masih tidur pulas, nanti saja kalau dia sudah bangun baru aku ungkapkan perasaanku di hari ulang tahunnya ini.

...

Menjelang pukul 6 pagi saat aku merasakan kesegaran selepas mandi. Nasywa sudah bangun tapi masih terlihat bermalasan di lantai kamar tidur.

“Ayo bangun, katanya hari ini mau renang..!” aku ingatkan dia bahwa hari ini agenda sekolahnya adalah berenang bersama.

“Mandi sama Abi, ya.”

“Nggak mau, sama Ummi’ aja,” kata Nasywa.

...

Lepas pukul 06.15. Nasywa sudah rapi dengan seragam olah raganya. Aku hampiri dan aku peluk dia.

“Wah... anak Abi sudah besar, sudah 4 tahun. Semoga tambah pinter, selalu jadi anak Abi yang sholihah dan umur yang dimiliki menjadi umur yang barokah”

Aku ciumi pipinya.

“Nanti jadi ditraktir Ummi’ kemana, ya? Pangsit atau ke Green Garden?”

“Beli pangsit aja,” potong istriku sembari melakukan hal yang sama, memeluk dan menciumi Nasywa.

“Ulang tahun yang penting bukan perayaannya, tapi do’a,” sambung istriku.

Memang, sampai sore kemaren Nasywa masih getol dengan three wishes-nya. Ulang tahun di rumah yang kotor, di rumah yang bersih dan di sekolah.

...

Selamat ulang tahun anakku sayang...

Senin, Januari 14, 2008

Apa Yang Seharusnya Aku Katakan

Pagi ini dalam inbox Microsoft Outlook-ku ada email dari teman yang aku kenal lewat milis XL-mania yang menanyakan kabarku terkait dengan luapan lumpur panas di Porong Sidoarjo yang lebih dikenal sebagai Lumpur Lapindo. Dia bertanya, "lumpur-panas-nya ndak sampai ke kota pak zam ' bukan?"

Aku tidak tahu mesti bilang apa ketika lumpur panas lapindo masih jauh dari tempat tinggalku.

AlhamduliLlah...???

Di saat penduduk Porong yang harta bendanya tenggelam oleh lumpur dan terus berjuang untuk mendapatkan hak-haknya yang dirampas oleh korupsi, kolusi dan nepotisme antara modal dan kekuasaan. Kok rasanya egois banget, ya, kalau aku harus bilang begitu...

Aku teringat tulisan KH. Mustofa Bisri di Harian Jawa Pos di tahun baru 2005 terkait dengan gempa dan tsunami Aceh yang di antaranya tentang bagaimana seorang ulama’ abad pertengahan beristighfar selama 30 tahun untuk 1 kali alhamduliLlah yang beliau ucapkan.

Beliau beristighfar karena terlanjur “bersyukur” oleh sebab tokonya di Baghdad selamat dari kebakaran yang terjadi saat itu.

Jumat, Januari 11, 2008

Pak Sundar (2)

“Nasywa, ayo bangun sudah setengah tujuh!”


Selepas subuh tadi aku sempat mencoba merubah posisi stop contact untuk lemari es yang semula dua lubangnya arah vertikal menjadi horizontal, tapi tidak bisa karena kabel listrik masuk ke “mangkok”-nya dari arah samping bukan dari atas. Setelah itu penginnya mau ngetik tapi kok ya agak males-malesan, mungkin karena hari ini hari aku libur kerja. Akhirnya aku merebahkan tubuh di samping Umar dan gak tahunya malah ketiduran lagi dan tersadar saat istriku membangunkan Nasywa.


“Abi yang ngantar, ya?” kataku ke Nasywa. Ternyata jawaban Nasywa masih seperti dua hari yang lalu.

Nggak mau, nanti aku nangis.“

“Abi pingin ilo nduk…”


Saat Nasywa tengah dimandikan ummi’nya dari depan terdengar ketukan pintu dan ucapan salam. Segera aku buka pintu. Seorang anak remaja perempuan berjilbab berdiri dan semula kupikir mencari istriku. Aku persilahkan untuk aku panggilkan istriku.


“Bapak tidak bisa mengantar Nasywa,” kata dia kemudian.


Baru aku sadar kalau gadis itu anak Pak Sundar.


“Kenapa Pak Sundar?”

“Bapak sakit,” jawabnya.


Gadis itu langsung pulang.


Akhirnya…


Nduk, Pak Sundar sakit dan gak bisa jemput Nasywa, nanti diantar dan dijemput abi, ya?”

1 Suro Bukanlah 1 Muharram

1 Muharram 1429 H. Hampir pukul setengah dua belas malam aku terjaga mendengar Si Kecil Umar terbangun dan menangis karena gigitan nyamuk. Aku angkat dan timang-timang sembari menyalakan televisi dan memilih salah satu channel yang menayangkan berita malam.


Yang membuatku tidak bisa menerima ketika di akhir tayangan saat jam dinding mendekati pukul dua belas ditayangkan liputan perayaan 1 Suro di dua tempat, salah satunya di Gunung Kawi. Bagaimana tidak ketika di layar ditampilkan judul untuk tayangan itu sebagai TAHUN BARU ISLAM.


Dalam benakku langsung menyangkal, itu bukan Islam. Islam tidak mengajarkan pergantian tahun dengan ritual dupa, sesajen, ruwatan dengan mengubur kepala hewan dan tari-tarian dimana para penari memakai kostum yang untuk ukuran umum menakutkan, topeng butho. Terlebih di akhir acara itu ditutup dengan membakar patung harimau berkepala dua dari kertas tanpa aku tahu apa maknanya.


Aku tidak tahu kenapa atau memang ada unsur ketidaktahuan atau bahkan kesengajaan dari kalangan media ketika menyamakan antara perayaan 1 Suro dengan 1 Muharram. 1 Muharram jelas itu tanda pergantian tahun Hijriah, Kalender Islam yang dirintis oleh Umar Bin Khattab. Bahkan saat ini ada sebagian umat Islam di Indonesia yang mengiringi pergantian tahun hijriah ini dengan ritual sholat ashar berjamaah disusul wirid dan do'a mohon ampun atas dosa satu tahun terakhir sampai waktu maghrib untuk kemudian sholat berjamaah dan diakhiri dengan do'a awal tahun dengan harapan kehidupan yang lebih baik di tahun baru. Hanya aku bertanya-tanya, siapakah yang mengajarkan itu pertama kali? Setahuku yang terkait dengan datangnya bulan Muharram, Nabi Muhammad mengajarkan shoum sunnah di tanggal 9 dan 10 Muharram.


Yang aku tahu 1 Suro adalah "tahun baru" bagi orang Jawa. Tidak tahu kenapa bertepatan, atau mungkin ditepatkan, dengan 1 Muharram. Di Solo ditandai dengan dikirapnya Kyai Slamet, seekor kerbau bule. Di beberapa daerah yang lain ditandai dengan melakukan ruwatan dan sedekah bumi. Membuat gunungan berupa kue atau makanan yang setelah diarak akan jadi rebutan orang banyak yang berharap "berkah" dengan memakannya. 1 Suro juga ditandai dengan memandikan pusaka-pusaka, entah itu keris, tombak atau apa saja yang dianggap keramat oleh pemiliknya. Prosesi memandikan ini ada yang dilakukan sendiri atau secara terorganisasi dan dilakukan bersama-sama di satu tempat, bahkan upacara jamasan ini ada yang diformalkan dengan melibatkan bupati atau kepala daerah setempat.


Menjadi sebuah harapan besar dalam diriku kepada para pemimpin ormas Islam di republik ini dan kepada ulama'-ulama' untuk bisa mendudukkan masalah ini kepada tempatnya. Agar tidak ada distorsi makna sesungguhnya dari 1 Muharram. Selamat Tahun Baru 1429 H.

Kamis, Januari 10, 2008

Buburnya Abi

Salah satu hal yang aku syukuri bisa mencari nafkah di tempat kerjaku sekarang, PT. King Jim Indonesia (www.kingjim.co.jp), adalah adanya fasilitas general check up setahun sekali, sehingga aku bisa memantau kesehatanku secara lebih dalam dari hasil check up tersebut.
Aku sempat sedikit resah ketika dalam 3 tahun terakhir kadar cholesterol dalam darahku di atas normal yang harusnya di bawah 200 mg/dl. Tahun 2005 tercatat 223 mg/dl, tahun 2006 naik menjadi 232 mg/dl dan yang terakhir, tahun 2007, sempat turun menjadi 229 mg/dl.

Aku tidak bisa membayangkan apa yang dirasakan kenalanku Accounting Manager perusahaan sebelah yang kadar kolesterolnya sampai 290
mg/dl. Sebab, aku yang segitu aja kadang kalau pas pusing rasanya minta ampun.

Untuk mencoba mengurangi kadar kolesterolku itu, salah satu upaya yang aku lakukan adalah mengkonsumsi Quaker Oats yang katanya iklan bisa menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Tapi untuk pagi ini aku tidak mengkonsumsinya di rumah karena istriku harus menyiapkan konsumsi untuk acara daurah di SDIT Bina Insan Cendekia tempatnya mengamalkan ilmu sebagai guru, sehingga dua malaikat kecil di rumah harus aku yang memandikan semua.

Hari ini di kalender memang tanggal merah, 1 Muharram 1429H, tapi aku tetap harus masuk kerja karena hari libur digeser besok supaya nyambung dengan libur pekanan, Sabtu-Ahad.

Selesai memandikan, mengolesi minyak telon dan memakaikan diapers dan baju untuk Umar berikut memandikan Nasywa, aku siapkan "sarapan pagiku" ke dalam wadah plastik kecil untuk nanti aku makan di kantor. Melihat itu Nasywa bertanya.

"Itu apa, Bi?"
"Buburnya Abi," jawabku.
"Orang besar kok makan bubur, yang makan bubur itu ya anak kecil itu," kata Nasywa sambil menunjuk adeknya yang lagi asik main.

Pak Sundar

Pak Sundar adalah nama tukang becak yang mengantar dan menjemput Nasywa sekolah di TBIT-Taman Bermain Islam Terpadu yang lebih dikenal orang dengan sebutan play group- Bina Insan Cendekia. Sebenarnya satu yayasan dengan SDIT Bina Insan Cendekia dimana istriku mengajar, tapi lokasinya berbeda dan kebetulan jaraknya lebih jauh ke TBIT daripada ke SDIT yang cuma 400 meter dari kontrakanku sekarang.

Sepulang kerja kemarin, Nasywa bilang kalau hari ini dia libur sekolah.

"Hari Jum'at masuk?" tanyaku.
"Masuk," istriku yang menjawab.
"Besok Abi kan masuk kerja, terus hari Jum'at libur, kalau gitu besok lusa sekolah diantar dan dijemput Abi, ya?" pintaku ke Nasywa.
"Nggak mau, Pak Sundar aja."
"Lho kenapa, mumpung libur Abi kan pingin ngantar dan jemput Nasywa."
"Nanti kalau Abi yang ngantar nanti aku jadi nangis...," tukas Nasywa.

Dua pekan yang lalu selama beberapa hari Nasywa minta aku yang ngantar sekolah. Padahal dengan begitu dia harus siap lebih awal, pukul 06:30 sudah harus berangkat karena aku harus segera berangkat kerja, sedangkan pada jam-jam segitu di sekolahnya masih ada 1-2 anak saja, bahkan kadang belum ada yang datang. Di hari terakhir aku mengantarnya sekolah, tidak seperti sebelum-sebelumnya, Nasywa sempat menangis saat aku tinggalkan.

Dengan diiringi tawa kecil Nasywa bilang, "Nanti kalau Abi yang ngantar aku manggilnya Abi jadi Pak Sundar."

Selasa, Januari 08, 2008

Ulang Tahun Mila

"Assalamu'alaikum....."

Dengan baju seragam kerja yang hampir basah kuyup kubuka pintu ruang samping yang menjadi akses utama keluar masuk rumah kontrakanku ini. Hujan masih menyisakan sedikit gemericik air sehingga suara riuh masih terdengar begitu aku masuk rumah, makanya aku tidak yakin apakah salamku tadi ada yang mendengar sekaligus membalasnya.

Bidadari dan dua malaikat kecilku yang biasanya saat aku pulang kerja ada di ruang TV nonton acara favorit, komedi sitkom OB, sore kemarin tak kujumpai ketiganya. Tapi dari dalam kamar belakang aku dengar canda tawa mereka. Aku menaruh sepatu yang basah di rak.

"Abi datang...!!", teriak istriku.
"Lho, tadi abi salam gak kedengaran, tah?", tanyaku.

Nasywa langsung menyongsong aku.

"Bi, tadi Mila ulang tahun di sekolah. Abi tak kasih kue mau?"

Disodorkannya sebungkus biskuit ke aku.

"
Sik, sebentar abi mau ganti baju dulu. Basah semua ini..."

Selesai berganti pakaian aku hampiri lagi Nasywa.

"Bi, aku nanti ulang tahunnya
ping gini, ya?"

Diangkatnya tiga jari dan ditunjukkan ke arahku.

"Tiga kali.", kata Nasywa kemudian.


Tanggal 22 nanti Nasywa genap 4 tahun. Tidak ada dalam benakku untuk merayakan seperti umumnya orang-orang lakukan. Paling-paling yang akan aku lakukan seperti di tanggal kelahirannya yang pertama, kedua dan ketiga. Memotretnya dan mungkin makan-makan sekeluarga.

"Sekali saja."
"Enggak,
ping gini."

Kembali diangkatnya tiga jari.

"Satu di rumah yang kotor, terus satu di sekolah dan satu lagi di sini."

Rumah yang kotor adalah istilah yang diberikan Nasywa kepada rumah kontrakan yang sebelum ini. Memang kondisi rumah itu berbeda dengan yang aku tinggali sekarang, lebih kecil dan kebetulan dindingnya tidak bagus, lembab sehingga sebagian dipenuhi lumut.

"Ya
wis gampang nanti."

Responku sekaligus membayangkan rencana tanggal 22 nanti yang tentunya tidak akan seperti yang Nasywa harapkan seperti yang didapat teman-temannya saat ulang tahun.

Senin, Januari 07, 2008

Sebotol Air Kemasan

Pagi ahad kemarin penginnya di rumah aja, mau otak-atik excel. Kebetulan istri ada acara pertemuan paguyuban wali murid play group dimana Nasywa belajar.

"Nasywa di rumah sama abi apa ikut ummi'?"
"Sama abi."


Tapi ternyata acara itu tidak bisa dihadiri sepenuhnya karena ada
"panggilan tugas" ngisi taujih di Bugul dan karena mesti harus nyari tempatnya dulu, maka istriku minta aku jadi navigator sekaligus driver. Sebelum ke Bugul, berempat boncengan motor ke tempat pertemuan paguyuban untuk mengantar VCD yang akan menjadi materi pertemuan itu dan sekedar bertemu sama yang lagi ketempatan acara untuk pamitan tidak bisa ikut sepenuhnya.

AlhamduliLlah
, ternyata tempat acara di Bugul tidak terlalu sulit
dicari. Saat Umar dan ummi'-nya turun dari motor, Nasywa yang tadinya mau di rumah sama aku ikut-ikutan turun. Sebenarnya istriku pengin Nasywa ikut pulang saja, khawatir kalau daya kreativitasnya muncul bisa-bisa malah mengganggu, apalagi di acara itu banyak teman sebayanya. Rayuan es krim dan minuman fermentasi kegemarannya ternyata tidak menyurutkan keinginan Nasywa untuk ikut ummi'nya, dan baru luluh ketika ada tawaran bermain ke play ground.

Sampai di arena bermain Nasywa langsung masuk dan aku menunggu di luar sekalian menikmati sabu, sarapan bubur. Beberapa saat bermain, dari pagar pembatas Nasywa bilang ke aku, "Bi, aku mau kentang."

"Ya, nanti kalau mainnya sudah selasai."


Kentang yang dimaksud Nasywa sebenarnya adalah ketela pohon yang diolah menjadi makanan ringan dan dijual model frenchise.
Selesai bermain, Nasywa aku ajak langsung pulang tidak mau. Dia ingin menikmati "kentang goreng" di halaman arena bermain tersebut. Sebungkus Fruit Tea ternyata tidak cukup buat Nasywa, belum selesai makan dia minta dibelikan sebotol air minum dalam kemasan.

"Ndak usah, wis. Di rumah kan ada.", kataku. Tapi Nasywa ngotot.
"Boleh, tapi ini yang terakhir jajan hari ini, ya?"
Nasywa mengangguk.

Selesai makan berdua langsung pulang. Sampai di rumah Nasywa minta diputarkan CD edukatif yang baru dibelinya hari sabtu di Malang saat acara book fair di Perpustakaan Daerah Kota Malang. Sekitar pukul 11 siang handphone-ku berdering dan muncul di layar nama Adek Sayang.

"Ayo, ummi' sudah selesai. Jilbabnya dipakai lagi, kita jemput ummi' sama dedek."
"Minumnya dibawa...", pinta Nasywa.

Aku masukkan botol minuman yang masih berisi sekitar 3/4 ke dalam tas plastik dan kugantung di balik "sayap" motor bebekku.

Sepulang dari Bugul istri mengajak mampir warung bakso sekalian makan siang. Atas dasar keinginan mendidik Nasywa untuk konsisten dengan janjinya, maka permintaan segelas es jeruk aku tolak.
"Itu tadi Nasywa kan sudah bawa minum sendiri."
Aku dampingi Nasywa ke area parkir untuk mengambil botol minuman yang masih tergantung di tempatnya semula.

Selesai menghabiskan semangkuk bakso aku gendong Si Kecil Umar yang dari tadi tidak bisa diam yang membuat ummi'nya gak bisa menyelesaikan makannya. Diikuti Nasywa, bertiga kami keluar menuju sisi luar warung bakso. Beberapa saat mengajak Umar dan Nasywa bermain di pelataran warung sekilas aku lihat istriku sudah di kasir dan meja tempat kami makan tadi tengah dibenahi oleh pegawai warung tersebut.
Kulihat botol minum yang dibawa Nasywa dan sebenarnya isinya tinggal sedikit dijadikan satu dengan gelas dan mangkuk kotor untuk dibawa ke belakang.

"Nduk, itu lho botolmu sama Mbak mau dibawa."

Bergegas aku dan Nasywa mau menghampiri Mbak yang membawa botol Nasywa, namun aku harus balik lagi karena dompet mainan Nasywa ketinggalan. Akibatnya, kami gagal "menyelamatkan" si botol, karena keburu dibawa ke belakang dan mungkin sudah masuk tong sampah. Hasilnya, Nasywa menangis sejadinya.

"Abi, ambilkan botolku... botolku manaaa... hik..hik..hik..."

Kamis, Januari 03, 2008

Anak Tangga Pertama


Pagi ini sebelum berangkat ngantor seperti biasa sarapan pagi dulu sambil mengawasi Si Kecil Umar yang lagi asik bermain sendiri.

Di kamar istriku tengah sibuk membangunkan Nasywa yang semalam ikut aku begadang, jadinya pagi ini agak sulit dibangunkan.

Karena di rumah kontrakan ini aku belum merasa perlu untuk memiliki meja makan, maka aku memilih duduk di tangga menuju lantai dua tempat menjemur cucian.

Di hadapanku Umar lagi sibuk bermain dengan kaleng kerupuk.

Sik sebentar Le, abi mau ambil kerupuk.”

Aku ambil segenggam kerupuk dan kuletakkan di sampingku. Melihat itu Umar tertarik untuk menghampiri “timbunan” kerupuk di sampingku. Segera aku pindahkan ke anak tangga kedua.

Allahu akbar wa liLlahilhamdu. Setelah hampir 3 pekan mulai merangkak dan 2 hari menjelang tepat 9 bulan, Si Kecil Umar tanpa dibantu berhasil naik ke anak tangga pertama yang tingginya selebar keramik ukuran 25x25...

Rabu, Januari 02, 2008

Allah Nggak Mau Basah


Sore dua hari menjelang pergantian tahun baru 2008 Nasywa diajak silaturahim ke kenalan baru ummi’nya.

Sebelum sampai ke tujuan, Nasywa, Ummi’ dan Si Kecil Umar mampir ke swalayan untuk sekedar membeli buah tangan.

Belum lama di dalam swalayan, hujan deras turun mengguyur Pasuruan yang memang sejak siang dinaungi awan kelam.

Selesai berbelanja ternyata sang hujan belum juga reda. Bertiga menunggu di pelataran swalayan.

Dalam suasana yang dingin diterpa angin dan cipratan air hujan, Nasywa bertanya pada ummi’nya,

“Mi’, yang nurunkan hujan itu siapa, sih?”

“Allah.”, jawab Si Ummi’.

Selang beberapa saat terdiam mendengar jawaban ummi’nya, Nasywa berkomentar.

Paling Allah di atas sana nggak mau basah, paling… jadi hujannya diturunkan ke sini”

Aku tertawa terbahak mendengar istriku cerita di malam harinya…